Soal Perumahan Tanjungpura Residence Masih Berbuntut
BTN Karawang Berani Keluarkan Sertifikat dalam Agunan Karena Ada Jaminan Notaris
KARAWANG - Soal komplek perumahan
Tanjungpura Residence, yang berlokasi di Kelurahan Tanjung Mekar,
Kecamatan Karawang terus berbuntut dari masalah split sertifikat, aliran
listriknya menyancol ke satu meteran hingga ke masalah air. Kini pihak
BTN Karawang berani meminjamkan sertifikat tanahnya yang statusnya dalam
agunan bank, karena ada jaminan dari salah seorang notaris di negeri
lumbung padi.
Ari Kurniaman, wakil
pimpinan BTN Karawang yang ditemui di kantornya, Kamis(16/2) mengakui,
bahwa dua sertifikat tanah seluas 11.000 meter atas nama Sarawasti dan
Ponodjaya dalam agunan bank yang dipimpinya. Kini sertifikat dua bidang
tanah tersebut berada di Kantor BPN Karawang untuk dilakukan pemecahan,
karena sudah ada yang menjaminnya yakni, Notaris, Nurmala Susanti, SH
yang berkedudukan di Jalan. Burangrang Komplek Perumahan Karang Indah
Karawang.
Menurut Ari Kurniaman, pihak
BTN untuk memberikan fasilitas kridit kepada pihak pengembang
Tanjungpura Residence, tidak melihat masalah perijinan yang dimiliki
pihak developer tersebut. Tetapi, terkait dengan pemberian fasilitas
kriditnya lebih kepada pertimbangan legal formal, yakni kridit tersebut
diberikan kepada pemilik tanah yang namanya tertera di sertifikat."
Pokonya pemberian fasilitas kridit dari BTN ke pemilik tertifikat dan
bukan ke pemegang perijinan komplek perumahan tersebut orang lain,"
katanya.
Dalam hal dilakukannya
split bukan ke pemegang prijinan selaku pengembang, itu tidak menjadi
masalah. Kenapa demikian?, karena prosesnya belum diserahkan ke KPR.
Bahkan dengan dilakukannya split dari lahan tanah seluas 11.000 meter,
menjadi 97 bidang, tampaknya itu akan memperlancar pada pelaksanaan akad
kridit kepada para konsumen yang bakal menempati rumah di komplek
perumahan Tanjungpura Residence.
Agus salah seorang Staf di
BPN Karawang mengatakan, bahwa para pihak yang terkait dengan memberian
fasilitas pembangunan komplek perumahan di kabupaten ini seharunya
jangan mengedepankan ego sektoran dan sebaliknya harus bersinergi dengan
Pemkab setempat. Pemkab bersama dinas dan intansi yang berkompeten
mengeluarkan kebijakan terkait dengan masalah perijinan dan status yang
bertanggung jawab pembangunan komplek perumahan, tampaknya lebih melihat
kepada beberapa aspek, termasuk keberadaan komplek perumahan hasil
pengembang di tengah masyarakat sekitar lingkungannya.
Sejak jaman "Baheula" di
Karawang ini semacam ada peraturan bersama, dimana siapa saja yang akan
menjalankan usaha di bidang pembangunan perumahan diberikan dua opsi,
opsi pertama apakah tanggung jawab secara yuridis formal akan diberikan
kepada pemegang sertifikat, atau opsi ke dua diberikan kepada pemegang
perijinan. Kemudian jika dilakukan split terhadap sertifikat
kenapa harus ke pemegang
sertifikat, dan bukannya langsung kepada para konsumen yang akan
menempati rumah di komplek perumahan tersebut. **