Kades Pusakajaya Utara Karawang Diduga Jual Tanah Negara Ex TIR
KARAWANG - Wrm, Kepala Desa
Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Karawang diduga jual tanah negara
exs TIR di masa kejayaan Orde Baru. Konon, tanah negara yang semulah
tanah timbul dan kini sudah berupa tambak seluas 9 Hektar, dijual ke
salah satu boss di negeri lumbung padi.
Menurut Aburahman alias
Wiro dan Warpan, tanah yang waktu kejayaannya masa Orde baru, masuk
kawasan TIR, yang dibebaskan dari beberapa penggarap. Kemudian setelah
masa kepemimpinan bumi pertiwi ini beraalih ke orde reformasin, lahan
tambak seluas 9 Hektar tersebut, sekitar penguasaannnya beralih ke pihak
kantor DKP pusat.
Kemudian masih kata
Aburahman dan Warpan, tambak tadi oleh pihak kantor DKP yang
berkedudukan di Jakarta, melalui kantor DKP yang bertempat di sekitar
kantor TIR, sekitar pengelolaannnya diserahkan kepada pihak pemerintah
Desa Pusakajaya Utara, saat itu Kepala Desanya, dijabat, M. Asom.
Karena, pada tahun 2007 terjadi pemilihan kepala desa, akhirnya dari
hasil Pilkades tadi, yang tampil menjadi petinggi desa yakni, wrm.
Dalam hal ini, kata
Wiro dan Warpan, lewat pergantian Kades tadi, secara otomatis hak
pengelolaan tambak exs TIR seluas 9 Hektar tersebut berpindah
penguasaannnya ke Kepala Desa Pusakajaya Utara yang secara definitif
dijabar, Wrm. Namun entah bagaimana jalan ceritranya, pada tahun 2013,
sekitar tiga bulan lalu disinyalir tanah negara exs TIR jaman
kejayaannya Presiden Soeharto, dijual ke orang berinitial Ysf bos
berkantong tebal yang bergerak di bidang budidaya ikan tambak, dengan
harga Rp 90 juta setiap Hektarnya.
Sementara itu,
Kepala Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Pedes, Rabu(3/7) saat
dikonfirmasi lewat telepon genggamnya, hanya mengaku menjual tanah
timbul yang sudah berupapa tambak, seluas 5 hektar dengan harga Rp 60
juta ke boss yang bergerak di bidang ikan tambak berinitial, Ysf. Kades
menjelaskan, bahwa dasar penjualan tanah negara tersebut berupa SKD
(Surat keterangan Desa).
Wrm, mengakui secara
terus terang lewat penjualan tanah tenaga tersebut tida dilakukan
pembayaran retsibusi kepada negara, sebagai bentuk uang ganti rugi.
Kemudian pihaknya berani menjual tanah negara di kawasan TIR tersebut,
karena sudah ada keterangan dari Tim aset dari pihak kantor DKP, bahwa
tanah seluas 9 Heektar tersebut bukan merupakan aset TIR.**