Gabah Hasil Panen Petani Kecamatan Banyusari Bapuk
KARAWANG - Gabah hasil produksi panen petani di Kecamatan Banyusari dan beberapa
wilayah Kecamatan Pantura Karawang " Bapuk" alias kurang berisi. Hal
ini, diduga akibat tanaman padi terkena hama penggerak batang, saat
massa pembuntingan menuju proses panen atau masa penguningan tanaman
padi tersebut.
Para petani yang tengah melangsungkan panen di Wilayah Kecamatan
Banyusari, Kecamatan Cilamaya Kulon, mengaku merugi pada panen tahun
2013, dengan kondisi hasil produksi gabah bapuk ini. Betapa tidak, yang
seharsunya setiap musim panen penghasilan petani petani setiap hektarnya
bersih sekitar 7 ton, kini hanya antaranya 1,5 sampai 2 ton. " Kalau
ada petani masih dapat 4 ton atau 2 ton
itu sudah jagoan dan bisa dimungkinkan intensitas serangan hama hama
pengegerek batang atau sundep, masih relatif kecil," ujar Tofik, warga
Desa Kutaraharja, Kecamatan Banyusari.
Menurut H. Tofik, tanaman padi yang terserang hama penggerek batang
atau beluk(sundep) disinyalir akibat petani tidak serentak melakukan
tandur(tanam bibit padi). Hal ini ada yang mengalukan olah tanam pada
bulan Mei dan ada yang juga melakukannya pada bulan Juni 2013." Jadi
initinya yang melakukan pol tanam bulan Mei tadi, dianggap berhasil
selamat dari serangan hama sundep sehingga pantas saja produksi padinya
saat panen bisa di atas 4 ton, dan sebaliknya yang melakukan pola tanam
pada bulan Juni 2013 mengalami kegagalan panen dimana produksi gabahnya
menghasilkan 1,5 sampai 2 ton," kata H. Taofik.
Masih menurut H. Tofik, pada musim tanam gadu tahun
2013, para petani dalam melakukan olah tanam tidak serempak alias
bahasa sundanya" Pa andel-andel", sehingga konsekwennya petani yang
melaksanakan pola tanam pada bulan Mei, dianggap bisa berhasil dari segi
pendapatan menyusul produksi gabah hasil panennya mencapai 4 ton
lebih.Kemudian petani yang melaksanakan olah tanam pada bulan Juni, itu
yang dianggap tidak mendapat hasil panen yang tidak maksimal dimana
setiap 1 hektarnya hanya mendapatkan produksi gabah maksimal hanya 2
ton.
Dalam hal
ini, H. Tofik, kondisi hasil panen seperti itu dipengaruhi faktor cuaca
yang begitu extrim, dimana para petani saat mengolah tanam kerap diguyur
hujan menyusul tidak bisa diramalnya waktu hujan tersebut. Kondisi alam
seperti itu menimbulkan berbeda pendapat menentukan fola tanam di
antara para petani yang berada di Pantai Utara kabupaten Karawang ini. "
Beda pendapat turun ke sawah untuk mengolah tanah dan cuaca
buruk juga terkadang ikut mempengaruhi terhadap produksi gabah saat
padi itu dipanen," tuturnya.
H. Tofik yang diamini beberapa petani di Desa Kutaraharja
mengungkapkan, akibat panen "Bapuk" petani merugi, jangankan untuk
menutupi kebutuhan lain, untuk mengembalikan modal tanam saja, tidak
mencukupi. Betapa tidak, dengan hasil yang minim antra 1,5 hingga 2 ton
jika diuangkan hanya mencapai Rp 4.700.000 pertonnya, sedangkan modal
tanah yang dikeluarkan oleh para petani hanya mencapai Rp 6.000.000.- an
setiap hertarnya. " Ampun pamarentah geuning hasil panen gadu teh
melorot, boro-boro untung modal juga tidak kembali," ujar H. Tofik.**