Dalam menegakkan eksekusi mati terhadap kedua warga Negara Australia
”Bali Nine” yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang ditangkap pada 17 April
2005 dan divonis hukuman mati pada 26 April 2006 oleh pengadilan Negeri
Denpasar. Kemudian pada Maret 2015 dua orang terpidana mati, Andrew Chan dan
Myurana Sukumaran akhirnya dibawa ke Nusakambangan untuk menjalani eksekusi
mati, bersama delapan orang yang tepidana mati Iainnya
Pemberlakuan eksekusi hukuman mati tersebut utamanya bagi warga
negara asing membuat hubungan diplomatik dengan Indonesia memanas diantaranya
Brazil, Belanda dan Australia. Brazil bahkan menarik Duta Besar-nya dari
Indonesia dan menolak menerima utusan diplomatik Indonesia sebagai Duta Besar
indonesia untuk Brazil. Australia pun bergejolak menerima kenyataan bahwa dua
warga negaranya akan dieksekusi terkait dengan kasus narkoba di indonesia. Perkembangan
terakhir adalah disinggungnya bantuan pemerintah Australia untuk Bencana Alam
Tsunami di Aceh oleh Tonny Abott yang tentu saja mendapatkan reaksi keras dari
publik Indonesia yang kemudian menggalang pengembalian bantuan tersebut dengan ‘Koin
untuk Australia’ Tidak cukup sampai disitu pemerintah Australia bahkan menawarkan
barter tahanan dengan pemerintah indonesia. Hal yang dilakukan oleh Brazil dan
Australia tentunya dianggap mencederai perasaan Bangsa Indonesia sebagai bangsa
berdaulat dan negara hukum.Bagi bangsa Indonesia tindakan para pengedar Narkoba
baik yang diselundupkan dari luar Negeri maupun dalam Negeri merupakan
kejahatan yang tidak terbantahkan lagi sebagai kejahatan sebagai manusia
utamanya rakyat Indonesia dengan fakta bahwa 4,5 juta jiwa rakyat Indonesia
terjebak dalam kejahatan dan pengguna narkoba
Dalam permasalahan tesebut sangat jelas bagaimana kedua Negara Sahabat
antara Indonesia dan Australia memiliki pandangan hukum yang tak sama terhadap
kasus tersebut berdasarkan kacamata Ideologi Negara masing-masing yang dimana
Negara Republik Indonesia berideologi pancasila dan merupakan penganut sistem
pemerintahan presidensial. Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat.
Berdasarkan Pasal l ayat 1 UUD 1945, Negara Kesatuan Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Berdasarkan hal itu dapat
disimpulkan bahwa bentuk Negara Indonesia adalah Kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah Republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republic,
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat l yang
berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.'' Dengan demikian sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem
pemerintahan Presidensial.
Sedangkan| Negara Australia merupakan Negara yang menganut sistem
pemerintahan Parlementer “Monarkhi
Kontutional”, maka dari perbedaan dasar ideology, sistem pemerintahan dan sistem hukum tersebut dapat barbeda pula
dalam peraturan dan perundang-undangan yang diterapkan oleh masing-masing kedua
negara tersebut.
Dalam koridor hubungan internasional terdapat beberapa hal yang
menjadi pilar dalam hubungan yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yaitu
Kedaulatan secara de jure dan
kedaulatan secara de facto. Kedaulatan
secara de jure negara diakui
kedaulatannya secara internasional untuk menjalin hubungan dengan negara lain
dalam bentuk hubungan dagang atau politik lainnya. Pengakuan kedaulatan secara de facto suatu negara diakui
kedaulatannya untuk mengatur dan menjalankan pemerintahan dalam negerinya.
Dalam hal adanya permasalahan hukum terhadap warga negaranya di wilayah
kedaulatan negara lain, negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga
negaranya dengan memberikan bantuan hukum atau tindakan lainyang tidak
bertentangan dengan koridor hukum internasional.
Mengenai masalah eksekusi mati yang diterapkan oleh Negara
Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang No.2/PNPS/1964 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di Lingkungan Peradilan
Umum dan Militer dan tata pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Kapolri No.12
Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, sedangkan Pemerintah
Australia tidak menerapkan aturan hukaman eksekusi mati.
Eksekusi terpidana mati itu pun harus dimaknai sebagai pesan
bangsa Indonesia kepada semua sindikat kejahatan narkoba di seluruh dunia bahwa
pemerintah dan rakyat indonesia tidak mau lagi berkompromi. Ketegasan sikap itu
merupakan penghayatan dari UUD 1945, Konstitusi Indonesia memerintahkan Negara
melindungi segenap warga negara dan tumpah darah Indonesia dari berbagai bentuk
ancaman, termasuk ancaman narkoba terhadap generasi muda.
Wajar juga bila Perdana Menteri Australia Tony Abbott bersama
Menteri Luar Negeri Julie Bishop berupaya menyelamatkan nyawa dua terpidana
mati warga Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari sanksi hukuman mati
di indonesia. Sebagai Perdana Menteri Australia Tony Abbott memang tidak boleh
tinggal diam, dia wajib melobi Pemerintah Indonesia guna menyelamatkan
warganya.
Namun, Perdana Menteri Australia Tony Abbott juga harus mau
menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Selain itu, keduanya pun harus
memahami kepentingan Nasional Indonesia. Sindikat Narkotika dari berbagai
belahan dunia telah menjadikan Indonesia sebagai pasar tujuan paling potensial.
Menghadapi kenyataan itu, Indonesia wajib memberi perlawanan maksimal, salah
satu bentuknya adalah hukuman mati bagi gembong-gembong narkoba.
Dengan demikian, tidak satupun negara lain yang boleh
mengintervensi penegakan hukum di Indonesia, apalagi penegakan hukum dalam
konteks memerangi kejahatan narkoba. Saling menghormati dan
bertoleransi merupakan suatu sikap terang untuk menyikapi perbedaan antara kedua
negara tersebut, agar saling memahami inti dari Negara yang berdaulat atas
Kedaulatan Negaranya sendiri.
Penulis
: Tiya Pospitawati
Mahasiswa
Fakultas Syariah & Hukum
Universitas
Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung