Setoran BPHTB Sebelum Perda Lahir Rp 11,9 M
Berarti Pejabat Pemkab dan Anggota DPRD Karawang Sama Begonya
KARAWANG - Ketua LSM Lodaya
Kabupaten Karawang menyatakan, setoran pajak BPHTB sebelum Perda lahir
mencapai Rp 11,9 miliar berarti menunjukan pejabat berkompeten Pemkab
dan anggota DPRD setempat sama begonya. Betapa tidak, seharusnya kedua
lembaga tersebut secepat mungkin menangkap peluang perolehan PAD yang
bersumber dari pengalihan pajak BPHTB menjadi aset daerah malah
memperlambat pembuatan Perda dimana sebagai dasar hukum dari perolehan
potensi tersebut.
Menjadi pertanyaan
sekitar terlambatnya pembuatan payung hukum pajak BPHTB tersebut.
Pertanyaannya apakah Raperdanya lambat disodorkan pihak eksekutif,
apakah anggota DPRD-nya yang tidak piawai membuat perundangan berupa
Perda tersebut. Lebih parah lagi, apakah sengaja melakukan pembiaran
agar para wajib pajak menyetor pajak BPHTB, sebelum Perda dibuat dan
disyahkan efektifitasnya.
Walhasil, dengan
disetorkanya pajak BPHTB sebasar Rp 11,9 miliar tanpa payung hukum Perda
tadi mulai dari Januari hingga pertengahan Maret 2011, mereka akan
melakukan "Bancakan" uang yang dianggapnya tidak bertuan itu ke kantong
pribadinya masing-masing. " Terlalu pembuatan Perda pajak BPHTB hingga
mengalami keterlambatan, padahal pemerintah pusat jauh sebelumnya yakni
tahun 2010 sudah wanti-wanti agar memasuki Januari 2011 Perda tersebut
segera bisa ditulis dicatat dalam lembaran daerah dan diundangkan,"
jelas Nace Permana.
Bisa menjadi
bumerang, kata Nace Permana, jika uang setoran pajak BPHTP sebesar Rp
11,9 miliar tidak jelas status posnya di Kas daerah Pemkab Karawang.
Bisa-bisa jika tidak dikawal dan dipelototi keberadaannya, bisa lenyap
bak bumi ditelan alam. " Uang para wajib pajak BPHTP jangan dibirkan
masuk kantong pejabat dan penguasa di legeslatif maupun eksekutif di
negeri lumbung padi ini," tegas nace Permana.
Dalam hal ini, kata
Nace, uang pajak sebesar Rp 11,9 Miliar jika tidak dimasukan ke kas
daerah Pemkab demi untuk kesejahtraan masyarakat Kabupaten Karawang,
sebagai konsekwensinya harus dikembalikan kepada masyarakat yakni para
wajib pajak. Caranya, undang para wajib pajak yang sudah menyetor pajak
BPHTB tadi, jika dalam menyetorannya difasilitasi para notaris lewat
Bank Persepsi maka para notaris itupun harus dilibatkan untuk
mengembalikan uang yang tidak bertuan itu.
Kemudian para
notaris, lanjut Nace, jangan merasa takut bila uang dikembalikan ke para
wajib pajak, akta jual beli yang pernah dilakukannya menjadi batal. "
Akta jual beli tetap syah menurut hukum, akan tetap perbayaran pajak
BPHTB-nya menjadi gugur akibat tidak dipayungi oleh
dasar hukum berupa Perda tadi,' ujarnya.
Nace juga berharap
kepada para notaris yang memfasilitasi pembayaran pajak BPHTP sebelum
Perda lahir ke bank persepsi. Kemudian para notaris juga harus bersuara
guna membuat terangan penyelesaian yang disetor sebelum Perda lahir.
Sebab, uang sebesar Rp 11,9 miliar yang disimpan di bank persepsi dari
mulai Januari hingga pertengahan Maret 2011 hingga April 2012, tidak
mungkin stagnan di angka Rp 11,9 M, tetapi uang itu akan bertambah
manakala diperhitungkan dengan bunganya selama kurun waktu tersebut.
Jika pihak Pemkab
Karawang "keukeuh" akan tetap menguasai uang tersebut, Nace agar segera
melaporkan kasusnya ke lembaga yudikatif. Dia menduga para pihak yang
menguasai inibisa dikenakan pasal gratifikasi, atau delik pidana umum
yakni melakukan penipuan terhadap para wajib pajak BPHTB. **