Kejagung Jangan Hanya Periksa 6 Camat
"Terkait Setoran BPHTB Pra Perda Lahir, Notaris-pun Harus Ikut Diperiksa"
KARAWANG - Mantan Camat klari dan
Pedes yang kini menjabat Kabag Perekonomian Pemkab Karawang, Drs. H.
Dede Sugiman, minta Kejagung jangan hanya memeriksa enam camat, tetapi
notaris yang membuat akta jual beli sebelum Perda lahir terkait dengan
setoran BPHTB Rp 11,9 Miliar harus juga ikut diperiksa. Pasalnya,
setoran pajak BPHTB yang bersumber dari proses jual beli tanah jauh
lebih besar para notaris, ketimbang para camat.
Menurut H. Dede Sugiman,
Rabu(11/7) di Kantor Pemkab setempat, pajak BPHTB dari para wajib pajak
yang melakukan proses jual beli tanah, dalam sebulan tidak kurang dari
Rp 30 juta. " Saya kira setelah di Kabupaten Karawang, kecamatan
dimekarkan menjadi 30 kecamatan, yang melakukan proses jual beli tanah tidak begitu banyak," ujarnya.
Menjawab pertanyaan
yang dipertanyakan jaksa di Kejagung saat diperiksa soal setoran BPHT
ditagih sebelum lahir, Dede Sugiman menjelaskan, bahwa pemeriksa
Kejagung pada dirinya mempertanyakan siapa yang menghitung jumlah pajak
yang harus dibayar para wajib pajak dan siapa yang menyuruh seorat BPHTB
tersebut disetorkan melalui bank persepsi. " Pertanyaan pemeriksa
Kejagung yang sangat mendasar hanya terkait dengan siapa yang menghitung
dan menyusuh saja," tegas H. Dede Sugiman, mantan Camat Klari dan Pedes
yang kini menjabat Kabag Ekonomi.
Dia menjelaskan,
keenam camat yang dipanggil Kejagung terkait dengan setoran BPHTB, di
antaranya, Camat Cikampek, Wawan, Camat Telagasari, Iyan, Camat
Tirtajaya, Maman, Camat Cilebar, Rochmana, dan Camat Pedes. " Mungkin
pertanyaan terhadap mereka sama seperti ditanyakan kepada saya siapa
aktor intelektual yang menyusuh menghitung pesaran pajak BPHTB yang
harus dibayar para wajib pajak dan yang mengarahkan setoran ke bank
persepsi tadi,katanya.
Lebih jauh Dede Sugiman
mengungkapkan, sebenarnya ketika setoran pajak BPHTB masuk ke bank
persepsi tadi, Perda sudah disyahkan pihak DPRD setempat, namun Perda
tersebut belum bisa diundangkan menyusul harus terlebih dahulu
dikonsultasikan keberadaannya ke Kementrian Dalam Negri. Walhasil, meski
sudah disyahkan Perda tersebut, tetapi belum dicatat dalam lembaran
daerah dan di Perdakan efektivitasnya. " Cuma itu saja Perda tersebut
belum di Perda-kan ketika setoran BPHTB masuk ke bank persepsi,"
pungkasnya.
Salah seorang wajib pajak
di Kabupaten Karawang Atarick, meminta agar Kejaksaan Agung secara
serius dalam menangani soal setoran pajak BPHTB sebesar Rp 11,9 Miliar
yang diduga diarahkan aktor intelektual penyetorannya dilakukan sebelum
Perdanya diefektifkan. Kasus BPHTB Karawang Rp 11,9 Miliar penanganannya
harus dibuat terang benderang, jika diketahui berdasarkan alat bukti
terdapat perbuatan melawan hukum, siapapun aktor intelektualnya dengan
tanpa pandang bulu harus diseret kepengadilan guna
mempertanggungjawabkan perbuatannya.**